Ikterus Obstruktif pada Bayi

Ikterus obstruktif merupakan keadaan di mana terjadi ketidaknormalan kadar bilirubin dalam darah disebabkan karena adanya sumbatan pada aliran empedu. Pada ikterus obstruktif, terjadi peningkatan kadar bilirubin II dalam darah (hiperbilirubinemia konjugasi) dan juga penimbunan asam empedu, bilirubin dan kolesterol dalam vesika fellea. Keadaan ini merupakan suatu keadaan yang patologis.

Gejala dari penyakit ini adalah ikterus (kuning) berkepanjangan, tinja berwarna pucat, dan urin berwarna gelap. Biasanya pada kasus ini terjadi ikterus lebih dari dua minggu pada bayi baru lahir. Ketika didapatkan gejala seperti ini, maka diperlukan tindakan segera agar prognosisnya bisa lebih baik. Etiologi dari penyakit ini bisa intrahepatik maupun ekstrahepatik.

Diagnosis dan terapi dini pada atresia biliaris sangat mempengaruhi prognosis. Apabila tindakan yang dilakukan cepat, yaitu kurang dari delapan minggu, keberhasilan pengobatan dapat mencapai 80%. Namun, apabila tindakan yang dilakukan lebih dari duabelas minggu, keberhasilan hanya sekitar 20%. Terapi untuk kelainan ini tidak sampai bertahan dua tahun.

Kembali lagi, secara umum, etiologi dari ikterus obstruktif terbagi menjadi intrahepatik dan ekstrahepatik. Atresia bilier termasuk dalam klasifikasi ekstrahepatik. Penyebab lain dari ikterus obstruktif yang ekstrahepatik antara lain, stenosis duktus biliaris, hipoplasia biliaris, adanya massa (batu, neoplasma), perforasi spontan duktus biliaris, dan lain-lain. sedangkan penyebab intrahepatik antara lain, idiopatik (tidak diketahui, seperti pada hepatitis neonatal idiopatik dan kolestasis intrahepatik persisten), gangguan anatomis, gangguan metabolisme (seperti defisiensi alfa-1 antitripsin), hepatitis, gangguan genetik, dan lain-lain.

Angka kejadian ikterus obstruktif adalah satu dari 2500 kelahiran hidup, di mana 68% di antaranya merupakan kelainan intrahepatik dan 32% sisanya merupakan kelainan ekstrahepatik. Dari keseluruhan, 72 - 86% kasus disebabkan oleh atresia biliaris, hepatitis neonatal, dan defisiensi alfa-1 antitripsin.

Gambaran klinis dari ikterus obstruktif ini adalah peningkatan bilirubin II (disebut juga bilirubin terkonjugasi) sampai lebih dari 20% total bilirubin, peningkatan asam empedu sampai lebih dari 10mmol / L, tinja akolik, urine warna gelap, dan hepatomegali. Apabila dibiarkan berlangsung kronik, maka akan menyebabkan malnutrisi dan gangguan pertmbuhan, defisiensi vitamin yang larut dalam lemak, kelainan kulit, rabun senja, kelainan tulang dan neuromuskuler, anemia, dan kelainan hati progresif yang lebih lanjut dapat menyebabkan sirosis bilier.

Gambaran klinis, histopatologi, dan pemeriksaan laboratoriumnya antara lain:

  1. Berat badan lahir, 3.200 gram pada kolestasis ekstrahepatik, 2.700 gram pada kolestasis intrahepatik.
  2. Warna tinja, 79% akolik pada kolestasis ekstrahepatik, dan 26% akolik pada kolestasis intrahepatik.
  3. Usia saat tinja akolik, 16 hari pada kolestasis ekstrahepatik, dan 30 hari pada kolestasis intrahepatik.
  4. Ukuran abnormal atau konsistensi hepar, 87% terjadi pada kolestasis ekstrahepatik, dan 53% terjadi pada kolestasis intrahepatik.
  5. Fibrosis portal pada pemeriksaan biopsi, 94% positif pada kolestasis ekstrahepatik, dan 47% positif pada kolestasis intrahepatik.
  6. Proliferasi duktus biliaris pada pemeriksaan biopsi, 86% positif pada kolestasis ekstrahepatik, dan 30% positif pada kolestasis intrahepatik.
  7. Trombus biliaris intraportal pada pemeriksaan biopsi, 63% positif pada kolestasis ekstrahepatik, dan hanya 1% positif pada pada kolestasis intrahepatik.
  8. Pemeriksaan dilakukan pada tinja dalam tiga waktu (tinja tiga porsi), yaitu jam 06.00-14.00, jam 14.00-22.00, dan jam 22.00-06.00. Jika didapatkan semua tinja alkalis, maka kemungkinannya adalah atresia bilier, jika warna tinjanya berfluktuasi, maka kemungkinannya adalah kelainan intrahepatik.
  9. Kadar bilirubin total pada tes fungsi hati, 10.2 (+/-) 4.5 mg/dl pada kolestasis ekstrahepatik, dan 12.1 (+/-) 9.6 mg/dl pada kolestasis intrahepatik.
  10. Kadar bilirubin direk pada tes fungsi hati, 6.2 (+/-) 2.6 mg/dl pada kolestasis ekstrahepatik, dan 8.0 (+/-) 6.8 mg/dl pada kolestasis intrahepatik.
  11. Kadar SGOT pada tes fungsi hati, kurang dari 5 kali nilai normal pada kolestasis ekstrahepatik, dan lebih dari 10 kali nilai normal atau lebih dari 800 U/L pada kolestasis intrahepatik.
  12. Kadar SGPT pada tes fungsi hati, kurang dari 5 kali nilai normal pada kolestasis ekstrahepatik, dan lebih dari 10 kali nilai normal atau lebih dari 800 U/L pada kolestasis intrahepatik.
  13. Kadar gamma-GT pada tes fungsi hati, lebih dari 5 kali nilai normal atau lebih dari 600 U/L pada kolestasis ekstrahepatik, dan kurang dari 5 kali nilai normal atau normal pada kolestasis intrahepatik.
  14. Pada pemeriksaan aspirasi duodenum untuk memeriksa ada tidaknya bilirubin dalam cairan duodenum.

Pemeriksaan penunjang yang dianjurkan adalah USG, kolangiografi, dan skintigrafi.

Penanganan:

  1. Pada atresia biliaris diperlukan tindakan operasi
  2. Pada hepatitis neonatal diperlukan resep medis untuk penatalaksanaan hepatitis neonatal
  3. Pemberian vitamin yang larut dalam air
  4. Pemberian formula dengan lemak MTC
  5. Pemberian obat hepatoprotektor dan yang memperlancar aliran empedu
  6. Transplantasi hati jika sudah terjadi disfungsi hati