Sindrom Nefritik Akut

Sindrom Nefritik Akut (SNA) merupakan suatu kumpulan gejala klinik berupa proteinuria, hematuria, azotemia, red blood cast, oligouria, dan hipertensi (PHAROH) yang terjadi secara akut.(1)

Istilah SNA sering digunakan bergantian dengan Glomerulonefritis Akut (GNA). GNA  ini adalah suatu istilah yang sifatnya lebih umum dan lebih menggambarkan proses histopatologi berupa proliferasi dan inflamasi sel glomeruli akibat proses imunologik. Jadi, SNA merupakan istilah yang bersifat klinik dan GNA merupakan istilah yang lebih bersifat histologik.(1)

Berbagai penyakit atau keadaan yang digolongkan ke dalam SNA antara lain: (1,6)
  • Glomerulonefritis kronik eksaserbasi akut
  • Penyakit ginjal dengan manifestasi hematuria:
    • Glomerulonefritis fokal
    • Nefritis heriditer (sindrom Alport)
    • Nefropati Ig-A Ig-G (Maladie de Berger)
    • Benign recurrent hematuria
  • Glomerulonefritis progresif cepat
  • Penyakit-penyakit sistemik:
    • Purpura Henoch-Schoenlein (HSP)
    • Lupus erythematosus sistemik (SLE)
    • Endokarditis bakterial subakut (SBE) (1,6)
    Glomerulonefritis sering ditemukan pada anak berumur antara 3-7 tahun dan lebih sering mengenai anak laki-laki dibandingkan anak perempuan. Perbandingan antara anak laki-laki dan perempuan adalah 2 : 1 dan jarang menyerang anak dibawah usia 3 tahun. (2)

    Gejala glomerulonefritis bisa berlangsung secara mendadak (akut) atau secara menahun (kronis) seringkali tidak diketahui karena tidak menimbulkan gejala. Gejalanya dapat berupa mual-mual, kurang darah (anemia), atau hipertensi. Gejala umum berupa sembab kelopak mata, kencing sedikit, dan berwarna merah, biasanya disertai hipertensi. Penyakit ini umumnya (sekitar 80%) sembuh spontan, 10% menjadi kronis, dan 10% berakibat fatal.(2)

    ETIOLOGI

    1. Faktor Infeksi
    a.  Nefritis yang timbul setelah infeksi Streptococcus Beta Hemolyticus (Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus). Sindroma nefritik akut bisa timbul setelah suatu infeksi oleh streptokokus, misalnya strep throat (radang tenggorokan). Kasus seperti ini disebut glomerulonefritis pasca streptokokus. Glomeruli mengalami kerusakan akibat penimbunan antigen dari gumpalan bakteri streptokokus yang mati dan antibodi yang menetralisirnya. Gumpalan ini membungkus selaput glomeruli dan mempengaruhi fungsinya. Nefritis timbul dalam waktu 1-6 minggu (rata-rata 2 minggu) setelah infeksi dan bakteri streptokokus telah mati, sehingga pemberian antibiotik akan efektif. (6)

    b.  Nefritis yang berhubungan dengan infeksi sistemik lain : endokarditis bakterialis subakut dan Shunt Nephritis. Penyebab post infeksi lainnya adalah virus dan parasit, penyakit ginjal dan sistemik, endokarditis, pneumonia. Bakteri : diplokokus, streptokokus, staphylokokus. Virus: Cytomegalovirus, coxsackievirus, Epstein-Barr virus, hepatitis B, rubella. Jamur dan parasit : Toxoplasma gondii, filariasis, dll. (6)

    2. Penyakit multisistemik, antara lain :
    a. Lupus Eritematosus Sistemik
    b. Purpura Henoch Schonlein (PHS) (1,6)

    3. Penyakit Ginjal Primer, antara lain :
    a. Nefropati IgA (1)


    EPIDEMIOLOGI

    Glomerulonefritis akut pasca streptokok yang klasik terutama menyerang anak dan orang dewasa muda, dengan meningkatnya usia frekuensinya makin berkurang. Paling sering ditemukan pada anak berumur antara 3-7 tahun dan lebih sering mengenai anak laki-laki dibandingkan anak perempuan. Perbandingan antara anak laki-laki dan perempuan adalah 2 : 1 dan jarang menyerang anak dibawah usia 3 tahun. (2, 3)

    Lebih sering pada musim dingin dan puncaknya pada musim semi. Paling sering pada anak-anak usia sekolah.(3)


    PATOFISIOLOGI DAN PATOGENESIS

    Glomerulonefritis akut didahului oleh infeksi ekstra renal terutama di traktus respiratorius bagian atas dan kulit oleh kuman streptococcus beta hemoliticus golongan A tipe 12,4,16,25,dan 29. Hubungan antara glomerulonefritis akut dan infeksi streptococcus dikemukakan pertama kali oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan alasan timbulnya glomerulonefritis akut setelah infeksi skarlatina, diisolasinya kuman streptococcus beta hemoliticus golongan A, dan meningkatnya titer anti-streptolisin pada serum penderita. (3,7)

    Antara infeksi bakteri dan timbulnya glomerulonefritis akut terdapat masa laten selama kurang 10 hari. Kuman streptococcus beta hemoliticus tipe 12 dan 25 lebih bersifat nefritogen daripada yang lain, tapi hal ini tidak diketahui sebabnya. Kemungkinan factor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan factor alergi mempengaruhi terjadinya glomerulonefritis akut setelah infeksi kuman streptococcus. (7)

    Patogenesis yang mendasari terjadinya GNAPS masih belum diketahui dengan pasti. Berdasarkan pemeriksaan imunofluorosensi ginjal, jelas kiranya bahwa GNAPS adalah suatu glomerulonefritis yang bermediakan imunologis. Pembentukan kompleks-imun in situ diduga sebagai mekanisme patogenesis glomerulonefritis pascastreptokokus. (1)

    Hipotesis lain yang sering disebut adalah neuraminidase yang dihasilkan oleh streptokokus, merubah IgG menjadi autoantigenic. Akibatnya, terbentuk autoantibodi terhadap IgG yang telah berubah tersebut. Selanjutnya terbentuk komplek imun dalam sirkulasi darah yang kemudian mengendap di ginjal. (7)

    Streptokinase yang merupakan sekret protein, diduga juga berperan pada terjadinya GNAPS. Sreptokinase mempunyai kemampuan merubah plaminogen menjadi plasmin. Plasmin ini diduga dapat mengaktifkan sistem komplemen sehingga terjadi cascade dari sistem komplemen. Pada pemeriksaan imunofluoresen dapat ditemukan endapan dari C3 pada glomerulus, sedang protein M yang terdapat pada permukaan molekul, dapat menahan terjadinya proses fagosistosis dan meningkatkan virulensi kuman. Protein M terikat pada antigen yang terdapat pada basal membran dan IgG antibodi yang terdapat dalam sirkulasi. (3)

    Pada GNAPS, sistem imunitas humoral diduga berperan dengan ditemukannya endapan C3 dan IgG pada subepitelial basal membran. Rendahnya komplemen C3 dan C5, serta normalnya komplemen pada jalur klasik merupakan indikator bahwa aktifasi komplemen melalui jalur alternatif. Komplemen C3 yang aktif akan menarik dan mengaktifkan monosit dan neutrofil, dan menghasilkan infiltrat akibat adanya proses inflamasi dan selanjutnya terbentuk eksudat. Pada proses inflamasi ini juga dihasilkan sitokin oleh sel glomerulus yang mengalami injuri dan proliferasi dari sel mesangial. (1,7)

    Dari hasil penyelidikan klinis imunologis dan percobaan pada binatang menunjukkan adanya kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab glomerulonefritis akut. Beberapa ahli mengajukan hipotesis sebagai berikut :
    1. Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membrane basalis glomerulus dan kemudian merusaknya.
    2. Proses auto imun kuman streptococcus yang nefritogen dalam tubuh menimbulkan badan auto-imun yang merusak glomerulus.
    3. Streptococcus nefritogen dengan membrane basalis glomerulus mempunyai komponen antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung merusak membrane basalis ginjal. (7)
    Kompleks imun atau anti Glomerular Basement Membrane (GBM) antibodi yang mengendap/berlokasi pada glomeruli akan mengaktivasi komplemen jalur klasik atau alternatif dari sistem koagulasi dan mengakibatkan peradangan glomeruli, menyebabkan terjadinya :
    1. Hematuria, Proteinuria, dan Silinderuria (terutama silinder eritrosit)
    2. Penurunan aliran darah ginjal sehingga menyebabkan Laju Filtrasi Ginjal (LFG) juga menurun. Hal ini berakibat terjadinya oligouria dan terjadi retensi air dan garam akibat kerusakan ginjal. Hal ini akan menyebabkan terjadinya edema, hipervolemia, kongesti vaskular (hipertensi, edema paru dengan gejala sesak nafas, rhonkhi, kardiomegali), azotemia, hiperkreatinemia, asidemia, hiperkalemia, hipokalsemia, dan hiperfosfatemia semakin nyata, bila LFG sangat menurun.
    3. Hipoperfusi yang menyebabkan aktivasi sistem renin-angiotensin. Angiotensin 2 yang bersifat vasokonstriktor perifer akan meningkat jumlahnya dan menyebabkan perfusi ginjal semakin menurun. Selain itu, LFG juga makin menurun disamping timbulnya hipertensi.
    Angiotensin 2 yang meningkat ini akan merangsang kortek adrenal untuk melepaskan aldosteron yang menyebabkan retensi air dan garam ginjal dan akhirnya terjadi hipervolemia dan hipertensi. (1)


    GEJALA KLINIS

    SNA sering terjadi pada anak laki-laki usia 2-14 tahun, gejala yang pertama kali muncul adalah penimbunan cairan disertai pembengkakan jaringan (edema) di sekitar wajah dan kelopak mata (infeksi post streptokokal). Pada awalnya edema timbul sebagai pembengkakan di wajah dan kelopak mata, tetapi selanjutnya lebih dominan di tungkai dan bisa menjadi hebat. Berkurangnya volume air kemih dan air kemih berwarna gelap karena mengandung darah, tekanan darah bisa meningkat. Gejala tidak spesifik seperti letargi, demam, nyeri abdomen, dan malaise. Gejalanya : (8)
    • Onset akut (kurang dari 7 hari)
    • Hematuria baik secara makroskopik maupun mikroskopik. Gross hematuria 30% ditemukan pada anak-anak.
    • Oliguria
    • Edema (perifer atau periorbital), 85% ditemukan pada anak-anak; edema bisa ditemukan sedang sampai berat.
    • Sakit kepala, jika disertai dengan hipertensi.
    • Dyspnea, jika terjadi gagal jantung atau edema pulmo; biasanya jarang.
    • Kadang disertai dengan gejala spesifik; mual dan muntah, purpura pada Henoch- Schoenlein, artralgia yang berbuhungan dengan Systemic Lupus Erythematosus (SLE). (6,7,8)
    Gejala lain yang mungkin muncul :
    •    Pengelihatan kabur
    •    Batuk berdahak
    •    Penurunan kesadaran
    •    Malaise
    •    Sesak napas (6)
    Pemeriksaan Urine terdapat sedimen eritrosit (+) sampai (++++), juga torak eritrosit (+) pada 60-85% kasus. Pada pemeriksaan darah, didapatkan titer ASO meningkat dan kadar C3 menurun. Pada pemeriksaan ‘throat swab’ atau ‘skin swab’ dapat ditemukan streptokokkus. Pemeriksaan foto thorax PA tegak dan lateral dekubitus kanan dapat ditemukan kelainan berupa kardiomegali, edema paru, kongesti paru, dan efusi pleura (nephritic lung). (8)


    DIAGNOSIS

       1.    Kriteria Klinik:(8)
    1. Onsetnya akut. (kurang dari 7 hari)
    2. Edema. Paling sering muncul di Palpebra pada saat bangun pagi, disusul tungkai, abdomen, dan genitalia.
    3. Hematuri. Hematuri makroskopik berupa urin coklat kemerah-merahan seperti teh tua / air cucian daging biasanya muncul pada minggu pertama. Hematuri makroskopik muncul pada 30 – 50 % kasus, sedangkan hematuri mikroskopik ditemui pada hampir semua kasus
    4. Hipertensi. Muncul pada 50-90% kasus, umumnya hipertensi ringan dan timbul dalam minggu pertama. Adakalanya terjadi hipertensi ensefalopati (5-10% kasus). Dikatakan hipertensi jika tekanan darah sistolik dan atau diastolik tiga kali berturut-turut di atas persentil 95 menurut umur dan jenis kelamin. Praktisnya:
      1. Hipertensi ringan jika tekanan darah diastolik 80 – 95 mmHg
      2. Hipertensi sedang jika tekanan darah diastolik 95 – 115 mmHg
      3. Hipertensi berat jika tekanan darah diastolik lebih dari 115 mmHg
    5. Oligouri. Terdapat pada 5-10% kasus. Dikatakan oligouri bila produksi urin kurang dari atau sama dengan 1 cc/kgBB/jam. Umumnya terjadi pada minggu pertama dan menghilang bersama dengan diuresis pada akhir minggu pertama.
       2.    Laboratorium(8)
    1. Sedimen Urin
      1. Eritrosit (+) sampai (++++)
      2. Torak eritrosit (+) pada 60 – 85% kasus
    2. Darah
      1. Titer ASO meningkat pada 80 – 95% kasus.
      2. Kadar C3 (B1C globulin) turun pada 80 – 90% kasus.

         3.    Pemeriksaan Penunjang(8)
      1. Laboratorium
        1. Darah
          • LED dan hematokrit diperiksa pada saat masuk rumah sakit dan diulangi tiap minggu
          • Eiwit spektrum (albumin, globulin) dan kolesterol diperiksa waktu masuk rumah sakit dan diulangi bila perlu
          • Kadar ureum, kreatinin, klirens kreatinin diperiksa waktu masuk rumah sakit.
        2. Urin. Proteinuri diperiksa tiap hari
          • Kualitatif (-) sampai (++), jarang yang sampai (+++)
          • Kuantitatif kurang dari atau sama dengan 2 gram/m2/24 jam
          • Volume ditampung 24 jam setiap hari
        3. Bakteriologi. Pada Throat swab atau skin swab dapat ditemukan streptokokkus pada 10-15% kasus
        4. Pencitraan. Foto thorax PA tegak dan lateral dekubitus kanan. Pemeriksaan foto thorax PA tegak dan lateral dekubitus kanan dapat ditemukan kelainan berupa kardiomegali, edema paru, kongesti paru, dan efusi pleura (nephritic lung). Foto thorax diperiksa waktu masuk rumah sakit dan diulang 7 hari kemudian bila ada kelainan.
      Diagnosis GNAPS ditegakkan bila ada lebih dari atau dua dari empat gejala klinik kardinal (edema, hematuri, hipertensi, oligouri) disertai meningkatnya kadar ASO dan turunnya kadar C3. Juga dapat ditegakkan bila keempat gejala kardinal muncul bersamaan (full blown case).(8)


      KOMPLIKASI

              1.      Fase Akut :
        Komplikasi utamanya adalah Gagal Ginjal Akut. Meskipun perkembangan ke arah sklerosis jarang, pada 0.5%- 2% pasien dengan Glomerulonefritis Akut tahap perkembangan ke arah gagal ginjal periodenya cepat.(6)

        Komplikasi lain dapat berhubungan dengan kerusakan organ pada sistem saraf pusat dan kardiopulmoner, bisa berkembang dengan pasien hipertensi berat, encephalopati, dan pulmonary edema. Komplikasinya antara lain :
        1. Retinopati hipertensi
        2. Encephalopati hipertensif
        3. Payah jantung karena hipertensi dan hipervolemia (volume overload)
        4. Edema Paru
        5. Glomerulonefritis progresif(7)
            2.   Jangka Panjang:
        1. Abnormalitas urinalisis (microhematuria)
        2. Gagal ginjal kronik
        3. Sindrom nefrotik (6,7)

        PENATALAKSANAAN

        Prinsip penatalaksaaannya adalah untuk mengurangi inflamasi pada ginjal dan mengontrol tekanan darah. Pengobatannya termasuk penggunaan antibiotik ataupun terapi lainnya.(6)

        1. Tirah baring

        Terutama pada minggu pertama penyakit untuk mencegah komplikasi. Sesudah fase akut istirahat tidak dibatasi lagi tetapi tidak boleh kegiatan berlebihan. Penderita dipulangkan bila keadaan umumnya baik, biasanya setelah 10-14 hari perawatan.(8)

        2. Diet

        a. Protein: 1-2 gram/kg BB/ hari untuk kadar Ureum normal, dan 0,5-1 gram/kg BB/hari untuk Ureum lebih dari atau sama dengan 40 mg%
        b. Garam: 1-2 gram perhari untuk edema ringan, dan tanpa garam bila anasarka.
        c. Kalori: 100 kalori/kgBB/hari.
        d. Intake cairan diperhitungkan bila oligouri atau anuri, yaitu: Intake cairan = jumlah urin + insensible loss (20-25cc/kgBB/hari + jumlah kebutuhan cairan setiap kenaikan suhu dari normal [10cc/kgBB/hari])(8)

        3. Medikamentosa

                  1. Antibiotik
        Penisilin Prokain (PP) 50.000-100.000 SI/KgBB/hari atau ampisilin/amoxicillin dosis 100mg/kgBB/hari atau eritromisin oral 30-50 mg/KgBB/hari dibagi 3 dosis selama 10 hari untuk eradikasi kuman. Pemberian antibiotik bila ada tonsilitis, piodermi atau tanda-tanda infeksi lainnya.(8)

                 2. Anti Hipertensi
        a.  Hipertensi Ringan: Istirahat dan pembatasan cairan. Tekanan darah akan normal dalam 1 minggu setelah diuresis.
        b.  Hipertensi sedang dan berat diberikan kaptopril 0,5-3mg/kgBB/hari dan furosemide 1-2mg/kgBB/hari per oral.(8)

         4. Tindakan Khusus

                  Edema Paru Akut: Bila disertai batuk, sesak napas, sianosis, dan pemeriksaan fisis paru menunjukkan ronkhi basah. Tindakan yang dilakukan adalah:(8)
        1. Stop Intake peroral.
        2. IVFD dextrose 5%-10% sesuai kebutuhan per 24 jam
        3. Pemberian oksigen 2-5 L/menit
        4. Furosemide 2 mg/kgBB (IV) dan dinaikkan secara bertahap sampai maksimal 10 mg/kgBB/hari.
        5. Bolus NB 2-4 mEq/kgBB/hari bila ada tanda asidosis metabolik
        Hipertensi Ensefalopati: Hipertensi dengan tekanan darah sistolik ≥ 180 mmHg atau diastolik ≥ 120 mmHg, atau selain itu tetapi disertai gejala serebral berupa sakit kepala, muntah, gangguan pengelihatan, kesadaran menurun, dan kejang. Tindakan yang dilakukan adalah:(8)
        1. Stop Intake peroral.
        2. IVFD dextrose 5%-10% sesuai kebutuhan per 24 jam
        3. Nifedipin sublingual 0,25mg/kgBB diulangi 30-60 menit bila perlu. Atau klonidin 0,002mg/kgBB/kali (IV), dinaikkan dengan interval 2 sampai 3 jam, maksimal 0,05mg/kgBB/hari.
        4. Furosemide 2 mg/kgBB (IV) dan dinaikkan secara bertahap sampai maksimal 10 mg/kgBB/hari.
        5. Bila tekanan darah telah turun, yaitu diastol kurang dari 100mmHg, dilanjutkan dengan kaptopril 0,5-3mg/kgBB/hari + furosemide 1-2mg/kgBB/hari.
        6. Kejang diatasi dengan antikonvulsan. (8)


        DAFTAR PUSTAKA

        1. Konsensus IDAI Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus. 2012. Jakarta.
        2. Maria, Marella. Penegakan Diagnosos Glomerulonefritis Akut pada Anak, [online], http://www.fkumyecase.net/wiki/index.php?page=Penegakan+Diagnosis+Glomerulonefritis+Akut+pada+Pasien+Anak (diakses pada 30 Juli 2012)
        3. Glomerulonefritis Akut. 2005. [online], http://www.scribd.com/mobile/doc/48862772 (diakses pada 31 Juli 2012)
        4. Sjaifullah Noer, Muhammad. Niniek Soemyarso. Glomerulonefritis Akut Paska Streptokokkus. [online], http://www.pediatrik.com/isi03.php?page=html&hkategori=pdt&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=07110-puzf261.htm (diakses pada 31 Juli 2012)
        5. http://www2.niddk.nih.gov/NIDDKLabs/Glomerular_Disease_Primer/KidneyDisease.htm (diakses pada 31 Juli 2012)
        6. http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000495.htm (diakses pada 31 Juli 2012)
        7. http://dp-coass.blogspot.com/2010/05/sna-pada-anak.html (diakses pada 31 Juli 2012)
        8. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin: Standar Pelayanan Medik Anak. Makassar. 2009